Konsep hedonic treadmill pertama kali ditemukan oleh Brickman and Campbell pada tahun 1971. Awalnya, dikenal dengan istilah hedonic adaptation.
Lalu, 20 tahun kemudian atau pada tahun 90an, Michael Eysenck membandingkan konsep hedonic adaptation seperti sebuah treadmill. Dari itu lahirlah konsep hedonic treadmill.
Apabila diartikan tiap katanya, hedonic berarti kegiatan bersenang-senang, atau mencari bahagia. Sedangkan treadmill adalah alat fitness yang sering digunakan untuk olahraga lari di tempat.
Bisa diartikan bahwa hedonic treadmill adalah sebuah tendensi level emosi kebahagiaan seseorang yang cenderung kembali ke asal, tidak berubah, tetap atau berada di tempat meskipun mencapai kesuksesan.
Pada intinya, hedonic treadmill adalah orang yang berlari dan mengejar sesuatu namun tetap berada di tempat.
Banyak sekali orang yang terjerumus dan meyakini bahwa meningkatkan standar hidup dari hari ke hari akan semakin meningkatkan rasa bahagia mereka.
Biasanya, saat kita melihat apa yang dimiliki orang lain, apa yang dicapai orang lain, kita akan terpacu juga untuk memiliki atau mencapainya.
Kita kemudian berpikiran bahwa jika kita memiliki sesuatu, mencapai suatu titik, kita akan bisa lebih menikmati hidup.
Namun, kala kita sudah berada di titik tersebut, kita tetap tidak bisa memaknai hidupmu. Kita tetap merasa kurang dan perlu mencapai atau memiliki hal baru lainnya.
Kenapa makin tinggi income seseorang, ternyata makin menurunkan peran uang dalam membentuk kebahagiaan?
Kajian-kajian dalam ilmu financial psychology menemukan jawabannya, yang kemudian dikenal dengan nama “hedonic treadmill”.
Gampangnya hedonic treadmill ini adalah seperti ini : saat gaji 5 juta, semuanya habis. Saat gaji naik 20 juta per bulan, semua habis juga.
Kenapa begitu? Karena ekspektasi dan gaya hidup juga ikut naik, sejalan dengan kenaikan penghasilan.
Dengan kata lain, nafsu untuk membeli materi/barang mewah akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan income. Itulah kenapa disebut hedonic treadmill : seperti berjalan di atas treadmill, kebahagiaanmu tidak maju-maju. Sebab nafsu akan materi tidak akan pernah terpuaskan.
Atau contoh lain misalnya ketika Anda berpenghasilan Rp 7 juta per bulan, memiliki dan berkendara motor matic kelas 150 cc sepertinya keren. Namun kemudian ketika penghasilan Anda naik menjadi Rp 15 juta per bulan, rasa-rasanya akan semakin keren setelah ganti menjadi mobil.
Dan perasaan bahagia seperti ini akan terulang, terulang, dan terulang kembali seterusnya hingga kemudian sulit sekali untuk bisa dihentikan.
Nah, fenomena inilah yang kemudian dikaitkan dengan treadmill. Kenapa? Karena treadmill itu identik dengan orang yang berlari di tempat yang sama.
Hedonic treadmill membuat ekspektasi akan materi terus meningkat. Itulah kenapa kebahagiaan akan stagnan, meski income semakin tinggi. Sebab harapan akan penguasaan materi juga terus meningkat sejalan kenaikan income.
Itulah efek hedonic treadmill : karena nafsu terus meningkat, kebahagiaan seolah berjalan di tempat, meski income melompat 10 kali lipat.
Jadi apa yang harus dilakukan agar kita terhindar dari jebakan hedonic treadmill? Lolos dari jebakan
nafsu materi yang tidak pernah berhenti?
CARA TERLEPAS DARI HEDONIC TREADMILL
1. Sadari bahwa kamu memang terjebak
Cara pertama agar bisa terlepas dari jeratan hedonic treadmill adalah harus menyadari bahwa kita memang sedang terjebak.
Setelah menyadari ini, maka kita akan merefleksi diri, bahwa apa yang kita miliki dengan dalih mendapat kebahagiaan ternyata hanya semu belaka.
Dengan begitu, kita akan lebih mempertimbangkan ketika akan memiliki sesuatu, dan lebih bersyukur ketika mendapatkan sesuatu.
2. Tentukan tujuan keuanganmu
Selain secara psikologis, hedonic treadmill juga dipengaruhi oleh kondisi finansial. Sangat banyak yang ketika penghasilan bertambah, tetap saja tidak memiliki tabungan.
Untuk itu, kita perlu lebih memperhitungkan pengeluaran dan menentukan tujuan keuangan.
Dengan begitu, dapat meminimalisasi semua hal yang tidak memberikan nilai lebih.
3. Perbanyak interaksi sosial
Cara lain yang bisa kamu lakukan adalah dengan memperbanyak interaksi sosial dengan sekitar. Temukan lingkungan baru yang bisa memberikan hal positif.
Interaksi sosial tersebut juga dapat membuatmu lebih bersyukur dengan apa yang kita miliki. Kita akan menemukan mereka yang dapat bahagia dengan hidup sederhana.
4. Praktikkan mindfulness
Hal lain yang dapat kita lakukan adalah mempraktikkan mindfullness. Mindfullness sendiri adalah keadaan mental di mana kita sepenuhnya sadar akan apa yang terjadi, apa yang sebenarnya diri kita inginkan, juga mengakui dan menerima perasaan dan pikiran yang dimiliki.
Intinya, kita dapat menemukan arti lebih dari apa yang ada di sekitar kita. Mempraktikkan mindfullness juga dapat membuatmu lebih segar dan rileks.
5. Terapkan gaya hidup minimalis
Selain mindfullness, gaya hidup minimalis membuat kita dapat memaksimalkan hal-hal yang kita miliki. Ini berarti, kita dipaksa untuk memiliki barang sesedikit mungkin, namun memiliki fungsi yang dapat memenuhi berbagai keperluan.
Dengan begitu, kita akan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, dan terlepas dari jebakan hedonic treadmill.
Disinilah relevan untuk terus mempraktekan gaya hidup yang minimalis yang bersahaja ( qona'ah ) : sekeping gaya hidup yang tidak silau dengan gemerlap kemewahan materi.
Prinsip hedonic treadmill adalah : more is better. Makin banyak materi yang kita miliki makin bagus. Jebakan nafsu yang terus membuai. Makin banyak mobil yang kita miliki, makin bagus. Makin banyak properti yang kita beli makin tajir. Godaan nafsu kemewahan yang terus berkibar-kibar.
Gaya hidup minimalis punya prinsip yang berkebalikan : less is more. Makin sedikit kemewahan materi yang kita miliki, makin indah dunia ini. Gaya hidup minimalis yang bersahaja punya
prinsip : hidup akan lebih bermakna jika kita hidup secukupnya. When enough is enough.
Prinsip hidup bersahaja, yang tidak silau dengan kemewahan materi, mungkin justru akan membawa kita pada kebahagiaan hakiki.
Dalam istilah islam kita kenal dengan " zuhud " letakkan materi duniawi pada tempatnya, sedikit atau banyaknya materi yg dimiliki tidak mengganggu ketaatan kepada Allah dan tidak merubah sikap sederhana dalam prinsip hidup bersahaja (harusnya boleh saja income dan materi terus bertambah, tp sikap dan gaya hidup tdk berubah)
Sebab pada akhirnya, bahagia itu sederhana : misal masih bisa menikmati secangkir Kopi atau teh di pagi hari dengan pisang goreng atau nasi pecel... setelah sebelumnya menyelesaikan sholat subuh berjamaah, tilawah dan sedekah... adalah kebahagiaan yang memuaskan dahaga jiwa.
Selamat menemukan kebahagiaan yang bersahaja.
Disadur dari berbagai sumber
Kamis, 6 Ramadhan 1443 H
Dwi Probonurtjahjo